Perjalanan Sejarah Muhammadiyah
PENDIRI PERSYARIKATAN MUHAMMADIYAH
Ahmad Dahlan yang waktu mudanya bernama Muhammad Darwis, lahir pada tanggal 1 Agustus 1868 di Kampung Kauman Yogyakarta. Ayahnya seorang alim bernama Kyai Haji Abubakar bin Kyai Haji Sulaiman, pejabat Khatib di masjid besar Kesultanan Yogyakarta. Ibunya adalah putri Haji Ibrahim bin Kyai Haji Hassan, pejabat penghulu kesultanan.
Ahmad Dahlan tidak mengenyam pendidikan formal, sebab orang-orang Islam melarang anaknya masuk sekolah Gubernemen Belanda. Ia didik Ayahnya sendiri selanjutnya mengaji Bahasa Arab, Tafsir, Hadits dan Fiqih kepada Ulama-ulama di Yogyakarta.
Perjalanan Sejarah Muhammadiyah
PENDIRI PERSYARIKATAN MUHAMMADIYAH
Ahmad Dahlan yang waktu mudanya bernama Muhammad Darwis, lahir pada tanggal 1 Agustus 1868 di Kampung Kauman Yogyakarta. Ayahnya seorang alim bernama Kyai Haji Abubakar bin Kyai Haji Sulaiman, pejabat Khatib di masjid besar Kesultanan Yogyakarta. Ibunya adalah putri Haji Ibrahim bin Kyai Haji Hassan, pejabat penghulu kesultanan.
Ahmad Dahlan tidak mengenyam pendidikan formal, sebab orang-orang Islam melarang anaknya masuk sekolah Gubernemen Belanda. Ia didik Ayahnya sendiri selanjutnya mengaji Bahasa Arab, Tafsir, Hadits dan Fiqih kepada Ulama-ulama di Yogyakarta.Dua kali di Makkah belajar pada Syekh Ahmad Chatib, belajar Ilmu Tahuhid, Fiqih, Tasawuf, Falah dan yang menarik hatinya adalah Tafsir Al-Manar karya Muh. Abduh. Keprihatinan Ahmad Dahlan melihat pengalaman Islam di Indonesia sehingga ia bertekad untuk bekerja keras mengembalikan Islam sebagaimana landasan aslinya yaitu Al Qur’an dan Al Hadits. Hal in nampak seperti apa yang dikatakannya :
Saya mesti bekerja keras, untuk meletakkan batu pertama daripada amal yang besar ini. Kalau sekiranya saya lambatkan atau saya hentikan lantaran sakitku ini maka tidak ada orang yang sanggup meletakkan dasar itu. Saya sudah merasa bahwa umur saya tidak akan lama lagi. Maka jika saya sedikit itu, mudahlah yang dibelakang nanti untuk meyempurnakannya.
Untuk mewujudkan cita-citanya KH. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah pada tanggal 18 Nopember 1912.
Kerja keras KH. Ahmad Dahlan mendapat pengakuan Pemerintah RI sebagaimana tertera dalam Surat Keputusan Presiden No. 657 Tahun 1961 menetapkan KHA. Dahlan sebagai Pahlawan Nasional, Dasar dan Penetapan ini adalah :
1. KH. Ahmad Dahlan telah memelopori kebangunan Umat Islam Indonesia untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat.
2. Dengan Organisasi Muhammadiyah yang didirikannya telah memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan dan beramal bagi masyarakat dan umat dengan dasar iman dan islam.
3. Dengan Organisasinya Muhammadiyah telah memelopori amal-amal sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangunan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam.
4. Dengan Organisasinya Muhammadiyah bagian wanita telah memelopori kebangunan wanita bangsa Indonesia untuk mengecap pendidikan dan sosial.
Sebelum wafatnya KHA. Dahlan berpesan kepada kita :
“ AKU TITIPKAN MUHAMMADIYAH KEPADAMU”.
2. K.H. IBRAHIM
PERIODE : 1923 – 1934
KH. Ibrahim dilahirkan di kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 7 Mei 1874, Ia adalah putra dari KH. Fadlil Rachmaningrat, seorang penghulu Hakim Negeri Kesultanan Yogyakarta pada Zaman Sultan Hamengkubuwono ke VII, dan ia merupakan adik kandung Nyai Ahmad Dahlan.
Ngaji Al Qur’an sejak usia 5 tahun. Pada usia 17 tahun ke Makkah menunaikan ibadah haji dan selanjutnya menuntut ilmu selama kurang lebih 8 tahun. Sepulang dari Mekkah dikenal sebagai ulama besar yang cerdas.
Bulan Maret 1923 kala Rapat Tahunan (Kongres), KH. Ibrahim dipilih dipilih sebagai pengganti Bapak KH. Ahmad Dahlan dan selanjutnya kali berturut-turut Rapat Tahunan (Kongres) memilih beliau.
Selama kepemimpinan beliau Muhammadiyah berkembang pesat ke seluruh Indonesia terutama di bidang Pendidikan dan pada awal tahun 1934 di usia ke 46 tahun beliau wafat.
3. K.H. HISYAM
PERIODE 1934-1936
KH. Hisyam lahir di kampung Kauman Yogyakarta tanggal 10 Nopember 1883 dan wafat pada tanggal 20 Mei 1945. Ia memipin Muhammadiyah selama tiga periode yaitu hasil Kongres Muhammadiyah ke 23 di Yogyakarta, Kongres ke 24 di Banjarmasin dan Kongres ke 25 di Batavia (Jakarta) pada tahun 1936.
Yang paling menonjol pada diri nHisyam adalah ketertiban administrasi dan manajemen organisasi pada zamannya. Pada periode kepemimpinannya, titik perhatian Muahammadiyah lebih banyak diarahkan pada masalah pendidikan dan pengajaran, baik pendidikan agama maupun pendidikan umum.
Pada periode Hisyam Muhammadiyah sudah memiliki 103 Volkschool, 47 Standaardschool, 69 Hollands Inlandse School (HIS), dan 25 Schakelschool, sekolah-sekolah Muhammadiyah saat itu merupakan salah satu pendidikan yang didirikan pribumi yang dapat menyamai kemajuan pendidikan sekolah-sekolah Belanda, sekolah-sekolah Katolik dan sekolah-sekolah Protestan.
4. K.H. MAS MANSUR
PERIODE 1937-1942
Mas Mansur lahir pada hari Kamis tanggal 25 Juni 1896 di Surabaya, Ibunya bernama Raudhah seorang wanita kaya yang berasal dari keluarga Pesantren Sidoresmo Wonokromo Surabaya. Ayahnya bernama KH Mas Ahmad Marzuqi, seorang pioneer Islam, ahli Agama yang terkenal di Jawa Timur yang berasal dari keturunan Bangsawan Astatinggi Sumenep Madura dan dikenal sebagai Imam tetap dan Khotib Masjid Agung Ampel Surabaya.
Sejak kecil KH. Mas Mansur belajar di Pesantren Sidoresmo. Tahun 1906 pada usia 10 tahun dikirim ayahnya ke Pesantren Demangan Bangkalan Madura, dua tahun kemudian dia dikirim ke Makkah untuk menunaikan ibadah Haji dan belajar agama selama lebih kurang 4 (empat) tahun. Kemudian dia meneruskan pendidikan di Mesir dan sebelum kembali di Indonesia pada tahun 1915 dia singgah ke Makkah selama 1 tahun.
Tahun 1921 Mas Mansur masuk Organisasi Muhammadiyah. Tahap demi tahap dilalui dengan mantap. Setelah menjadi Ketua Cabang Muhammadiyah Surabaya, kemudian menjadi Konsul Muhammadiyah Wilayah JATIM. Kehadiran Mas Mansur membawa angin segar di tubuh Muhammadiyah yang pada saat itu kaum muda Muhammadiyah menghendaki perubahan di kepengurusan Muhammadiyah yang didominasi kaum tua. Kongres Muhammadiyah ke 26 di Yogyakarta tahun 1937 telah menetapkan KH. Mas Mansur sebagai ketua PB. Muhammadiyah.
Kecintaan pada tanah air tercermin di lembaga-lembaga yang didirikan antara lain : Nadhlatul Al Wathan, Khitab Al Wathan, Ahl Al Wathan, Faru’ Al Wathan dan Hidayah Al Wathan. Tokoh Nasional yang terkenal yaitu empat serangkai mereka adalah : Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara dan KH. Mas Mansur.
Di tengah pecahnya perang kemerdekaan yang berkecamuk itulah, Mas Mansur meninggal di tahanan pada tanggal 25 April 1946. jenazahnya dimakamkan di Gipo Surabaya. Atas jasa-jasanya, oleh Pemerintah Republik Indonesia ia diangkat sebagai Pahlawan Naional bersama teman seperjuangannya, yaitu KH. Fakhruddin.
5. KI BAGUS HADIKUSUMO
PERIODE 1942-1953
Dilahirkan di kampung Kauman Yogyakarta dengan nama R. Hidayat pada 11 Rabi’ul Akhir 1038 Hijriyah. Sekolahnya tidak lebih dari sekolah rakyat (sekarang SD) ditambah mengaji dan besar di Pesantren. Tetapi berkat kerajinan dan ketekunan mempelajari kitab-kitab terkenal akhirnya menjadi orang alim, muballigh dan pemimpin Muhammadiyah yang besar andilnya dalam penyusunan Muqaddimah UUD 1945. Yaitu pokok-pokok pikirannya dengan memberikan landasan Ketuhanan, Kemanusiaan, Keberadaban dan Keadilan. Ki Bagus juga sangat produktif untuk menuliskan buah pikirannya. Buku karyanya antara lain Islam sebagai Dasar Negara dan Akhlak Pemimpin, Risalah Katresnan Djati (1935), Poestaka Hadi (1936), Poestaka Islam (1940), Poestaka Ichsan (1941) Poestaka Imam (1954), dll. Dari buku-buku karyanya tersebut tercermin komitmennya terhadap etika dan bahkan juga syarat Islam.
Ki Bagus Hadiusumo berani menentang perintah pimpinan tentara Dai Nippon yang terkenal ganas dan kejam untuk memerintahkan ummat Islam dan Warga Muhammadiyah melakukan upacara kebaktian tiap pagi sebagai penghormatan kepada Dewa Matahari.
Ia menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah selama 11 tahun (1942-1953) dan wafat pada usia 64 tahun. Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Perintis Kemerdekaan Nasional Indonesia.
6. BUYA A.R. SUTAN MANSYUR
PERIODE 1953-1959
Ranah Minang pernah melahirkan salah seorang tokoh besar Muhammadiyah, yaitu Ahmad Rasyid Sutan Mansur. Ia lahir di Maninjau, Sumatera Barat pada Ahad malam senin 26 Jumadil Akhir 1313 Hijriyah yang bertepatan dengan 15 Desember 1895.
Ahmad Rasyid masuk sekolah di Inlandshe School (IS) pada tahun 1902-1909, sedangkan pendidikan agama semasa kecil langsung ditangani kedua orang tuanya, selanjutnya dia menimba ilmu agama kepada Ulama besar seperti : Dr. Abu Hanifah, Dr. Abdul Karim Amrullah, Haji Rasul (1910-1917), ia belajar tauhid Bahasa Arab, Ilmu Kalam, Mantiq, Tarikh, Tasawuf, Al Qur’an, Tafsir dan Hadits.
Keinginannya belajar ke Kairo batal karena dilarang Pemerintah Koonial Belanda, lalu ia ke Pekalongan untuk berdagang dan jadi guru agama dan Muballigh. Di Kota Pekalongan inilah berinteraksi dengan Bapak KH. Ahmad Dalan dan dengan suka cita masuk anggota Muhammadiyah yang selanjutnya tahun 1923 ia menjadi Ketua Cabang Muhammadiyah Pekalongan. Tahun 1931 Sutan Mansur dikukuhkan sebagai konsul Muhammadiyah (pimpinan wilayah) Sumatera Barat.
Tahun 1938 saat Bung Karno diasingkan di Bengkulu, Sutan Mansur diangkat sebagai Penasehat Agama Bung karno, Wakil Presiden M. Hatta mengangkatnya menjadi Imam Tentara dengan pangkat Mayor Jenderal Tituler. Permintaan Pemerintah agar supaya Sutan Mansur sebagai Penasehat TNI AD berkantor di MBAD Jakarta dan permintaan Presiden Sukarno untuk ke Jakarta sebagai Penasehat Presiden ditolak karena ia harus keliling Sumatera untuk Tabligh.
Dua periode Sutan Mansur menjabat Ketua PB. Muhammadiyah (1953-1956) dan (1956-1959). Buya H.A. Achmad Rasyid Sutan Mansur wafat senin tanggal 25 Maret 1985/3 Rajab 1405 di Jakarta pada usia 90 tahun, Buya Hamka menyebutnya sebagai Ideolog Muhammadiyah dan M. Yunus Anis dalam salah satu Kongres Muhammadiyah menyatakan bahwa di Muhammadiyah ada 2 bintang : Bintang Timur adalah KH. Mas Mansur, Surabaya dan Bintang Barat adalah AR. SUtan Mansur.
7. HM. YUNUS ANIS
PERIODE 1959 -1962
KH. Yunus Anis lahir di Kauman Yogyakarta tanggal 3 Mei 1903 yang masih ada hubungan kerabatan dengan Sultan Mataram. Sejak kecil dididik agama oleh kedua orang tua dan datuknya sendiri.
Pendidikan formalnya Sekolah Rakyat di Yogyakarta dilanjutkan ke sekolah Al-Atas dan sekolah Al-Irsyad di Batavia (Jakarta) yang dibimbing oleh Syekh Ahmad Syurkati kawan seperjuangan KH. Ahmad Dahlan.
Tahun 1924 – 1926 menjabat Pengurus Cabang Muhammadiyah Batavia. Tahun 1934 – 1936 dan 1953 – 1958 menjabat Sekretaris Umum PP. Muhammadiyah. Karena kemampuannya dalam bidang agama, TNI mengangkatnya sebagai Imam Tentara (Kepada Pusroh ADRI).
Muktamar Muhammadiyah ke 34 di Yogyakarta memilih KH. Yunus Anis sebagai Ketua PP. Muhammadiyah.
8. AHMAD BADAWI
PERIODE 1962 – 1968
Ahmad Badawi lahir di Kauman Yogyakarta pada tanggal 5 Pebruari 1902, Ayahnya KH. Fakih adalah keturunan dari Panembahan Senopati, sedangkan ibunya Nyai Siti Habibah adalah adik kandung KH. Ahmad Dahlan.
Pendidikan formalnya hanya di Madrasah Muhammadiyah Yogyakarta, sedangkan pendidikan agama selain dari orang tuanya sendiri banyak diperoleh di pondok-pondok yang antara lain :
· 1908 – 1913 di Lerab Karang Anyar, Imu Nahwu Sharaf.
· 1913 – 1915 di Termas Pacitan, pada KH. Dimyati.
· 1915 – 1920 di Busuk Wangkul Pasuruan.
· 1920 – 1921 di Pandean Semarang.
Di bidang Tabligh A. Badawi sangat berprestasi sehingga pada tahun 1933 dipercaya menjadi ketua Majlis Tabligh PP. Muhammadiyah. A. Badawi terpilih menjadi ketua PP. Muhammadiyah pada Muktamar ke 35 di Jakarta untuk periode 1962 – 1965 dan terpilih kembali pada Muktamar ke 36 untuk periode 1965 – 1968.
Di era kepemimpinan Badawi Muhammadiyah dan Partai Masyumi menjadi target PKI untuk dihancurkan, tapi kepiawaian Badawi melobi dan pendekatan kepada Sorkarno sehingga sejak 1963 Badawi diangkat menjadi Penasehat pribadi Presiden di bidang Agama.
Bahkan keberadaan Muhammadiyah sangat dibutuhkan Soekarno sebagai Balance of Power Policy dari PNI, PKI dan NU yang dirasanya lebih dekat.
Sisi lain dari kemampuannya sebagai pemimpin. Badawi juga produktif menulis barbagi buku /kitab, Badawi meninggal pada hari Jum’ah 25 April 1969 di RS PKU Muhammadiyah yang masih berstatus anggota DPA.
9. KH. FAQIH USMAN
PERIODE 1968 – 1969
KH. Faqih Usman, lahir di Gresik Jatim pada tanggal 2 Maret 1904. semasa kecil ayahnya selalu mengajari Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Umum. Menginjak remaja ia belajar di Pondok Gresik (1914-1918), selanjutnya ke Pondok–pondok di luar Kota Gresik (1918-1924). Faqih Usman dikenal memiliki Entreupreneurship yang kuat, usaha bisnisnya cukup berhasil; penyediaan alat-alat bangunan, galangan kapal, tenun dll. Faqih Usman menjabat sebagai ketua Majlis Tarjih Muhammadiyah Jawa Timur periode 1932-1936. Pada saat KH. Mas Mansur di pilih menjadi ketua PP. Muhammadiyah pada tahun 1936, KH. Faqih Usman menggantikannya menjadi Konsul Muhammadiyah Jawa Timur. Faqih Usman juga banyak terlibat gerakan-gerakan Islam ataupun kemasyarakatan yang antara lain :
· Tahun 1937 Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI).
· Tahun 1940-1942 Anggota Dewan Kota Surabaya.
· Tahun 1945 Anggota Komite Nasional Pusat dan Ketua Komite Nasional Surabaya.
· Tahun 1959 menerbitkan majalah Panji Masyarakat bersama HAMKA dll.
Ikut aktif dalam mendirikan partai MASYUMI pada tanggal 7 Nopember 1945 di Yogyakarta dan Tahun 1952 menjabat ketua II partai MASYUMI hingga MASYUMI bubar tahun 1968.
Karena kemampuan KH Faqih Usman jualah, pemerintah mempercayakannya untuk memimpin Departemen Agama tahun 1950. Tahun 1951 diangkat menjadi Kepala Jawatan Agama Pusat tanggal 3 April 1952 dipercaya kembali sebagai Menteri Agama pada masa Kabinet Wilopo.
Kepribadian Muhammadiyah adalah hasil rumusan KH. Faqih Usman pada periode kepengurusan KH Ahmad Badawi yang diterima dan disyahkan dalam Muktamar ke 35 tahun 1962 di Jakarta. KH. Faqih Usman terpilih sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah pada Muktamar Muhammadiyah ke 37 tahun 1968 di Yogyakarta. Namun hanya beberapa hari saja jabatan itu diembannya sebab pada tanggal 3 Oktober 1968 ia berpulang ke Rahmatullah, selanjutnya pimpinan dipegang KH. AR Fachrudin.
10. KH. ABDUR ROZZAQ FACHRUDDIN
PERIODE 1968 – 1990
KH. Abdur Rozzaq Fachruddin yang terkenal dengan panggilan pak AR adalah pemegang rekor paling lama memimpin Muhammadiyah yaitu selama 22 tahun (1968-1990). Ia lahir tanggal 14 Pebruari 1916 di Cilangkap, Purwaringan, Pakualaman Yogyakarta.
Pendidikan formalnya : Standaard School (SD) Yogyakarta, Madrasah Muallimin Muhammadiyah Kulon Progo, menimba ilmu kepada para kyai diantaranya KH. Fachruddin ayahnya sendiri, KH. Abdullah Rosad dan KH Abu Amar. Selanjutnya Madrasah Darul Ulum Muhammadiyah Sewugalur dan sekolah Madrasah Tabligh School Muhammadiyah. Selepas sekolah langsung mengemban tugas dakwah/guru dari Hoofdbestuur Muhammadiyah ke berbagai daerah di Sumatera.
Mendirikan sekolah Wustha Muallimin Muhammadiyah setingkat SMP di Ogan Komiring. Sekolah yang sama didirikan di Musi Hilir (1941). Se sungai Gerong Palembang, selanjutnya ia kembali ke Yogyakarta.
Pak AR adalah ulama besar yang berwajah sejuk dn bersahaja, banyak karya tulisnya yangtelah dibukukan antara lain : Naskah Kesyukuran, Naskah Entheng, Serat Kaweruh, Islam Kawedar, upaya mewujudkan Muhammadiyah sebagai gerakan amal, pemikiran dan da’wah Islam, Syahadatain Kawedar, tanya jawab Entheng-enthengan dan Tuntunan Sholat Basa Jawi, kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits, Khutbah Nikah dan terjemahannya, Pilihlah Pimpinan Muhammadiyah yang tepat, Sarono Entheng-enthengan Pancasila, Ruh Muhammadiyah dengan harapan supaya ada alih generasi yang sehat. Pak AR wafat 17 Maret 1995 di rumah Sakit Islam Jakarta pada usia 79 tahun.
11. KH. AHMAD AZHAR BASYIR
PERIODE : 1990 – 1995
PP. Muhammadiyah periode KHA. Azhar Basyir, MA (1990-1995) didominasi para intelektual produk Muhammadiyah, KHA. Azhar Basyir MA, yang lahir di Yogyakarta tanggal 21 Nopember 1928 ini pendidikan formalnya tidak kurang dari 34 tahun. Tahun 1944 tamat sekolah Madrasah al-Falah Yogyakarta. Setelah di Pondok Termas Pacitan, ia meneruskan ke Madrasah Mubalighin III Muhammadiyah Yogyakarta tahun 1946, di Madrasah Menengah Tinggi Yogya tamat tahun 1952. tahun 1956 meraih gelar sarjana pada perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN). Tugas Azhar Basyir pindah ke Universitas Darul Ulum Mesir hingga mencapai gelar master tahun 1968.
Sepulang dari Timur Tengah tugas persyarikatan telah menghadang. Azhar Basyir dipercaya duduk di Majlis Tarjih PP Mujammadiyah hingga tahun 1985, selanjutnya ia menjabat Wakil Ketua PP Muhammadiyah tahun 1990. muktamar ke 42 di Yogykarta telah memilih KHA. Azhar Basyir, MA. untuk memimpin Muhammadiyah.
Azhar Basyir merupakan sosok perpaduan ulama dan intelektual, oleh karenanya karya ilmiah yang pernah ditulisnyapun banyak dijadikan rujukan dalam kajian ilmiah diberbagai Universitas di Indonesia. Dunia Islam mengakuinya sebagai Ahli Fiqih (OKI) yang memiliki persyaratan ketat.
Jabatan Ketua PP. Muhammadiyah dipikulnya tidak sampai pada akhir masa kepengurusannya, karena pada tanggal 28 Juli 1994 ia berpulang ke Rahmatullah.
12. PROF DR. H.M. AMIEN RAIS, M.A.
PERIODE : 1995 – 2000
Tokoh Reformasi Indonesia ini dilahirkan di Surakarta, 26 April 1944. Setelah pendidikan SD Muhammadiyah 1 Surakarta, SMP dan SMA. Pendidikan tingkat sarjana diselesaikan oleh Amien Rais di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional FISIPOL Universitas Gadjah Mada pada tahun 1968, sementara ia juga menerima gelar Sarjana Muda dari Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 1969. Pada saat Mahasiswa inilah ia banyak terlibat aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan, seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) ( Ketua III Dewan Pimpinan Pusat IMM) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) (Ketua Lembaga Da’wah Mahasiswa Islam HMI Yogyakarta). Studinya dilanjutkan pada tingkat Master dibidang Ilmu Politik di University of Notre Dame, Amerika Serikat dan selesai pada tahun 1974. Dari Uninersitas yang sama ia juga memperolah Certifikate on East European Studies. Sementara itu, gelar doktoralnya diperoleh dari Universitas Chicago, Amerika Serikat pada tahun 1981 dengan disertasinya yang cukup terkenal, yaitu Gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Ia juga pernah mengikuti Post Doctoral Program di George Washington Uniersity pada tahun 1986 dan di UCLA pada tahun 1988.
Tugas-tugas intelektualisme pun ia lakukan, baik transformasi keilmuan (mengajar di berbagai universitas) dan juga melakukan kritik atas fenomena sosial yang sedang berlangsung. Kritiknya yang sangat vokal sangat mewarnai opini publik di Indonesia. Sepulangnya dari pendidikan di Amerika, ia terkenal sebagai pakar politik Timur Tengah dan melontarkan Isu Suksesi Keprisidenan, sebuah isu yang janggal pada saat itu karena kepemimpinan orde baru yang sangat kuat. Bahkan Amien Rais yang menggulirkan gagasan tentang Reformasi Politik yang selanjutnya sejarah mencatat bahwa Amien Rais adalah orang terdepan dalam meruntuhkan kebobrokan politik Orde Baru. Setelah tumbangnya Rezim Orde Baru Amien Rais meletakkan jabatan Ketua PP. Muhammadiyah dan mendirikan Partai Amanat Nasional (PAN) yang pada pemilu 1999 menduduki peringkat ke 5 dalam perolehan suara yang dapat menghantarkannya menjadi ketua MPR. Lagi-lagi Amien Rais menggulirkan gagasan Poros Tengah yang mencoba membangun jalan tengah dari dua titik ekstrim dalam kubu politik di Indonesia pasca Pemilu 1999 yang ternyata cukup efektif dalam upaya merajut kembali hubungan Muhammadiyah-NU dengan mencalonkan KH Abdurrohman Wahid sebagai Presiden RI ke 4 dan ternyata berhasil.
Hanya saja sayang KH. Abdurrohman Wahid tidak sampai satu periode telah dilengserkan oleh MPR, dimana Amien Rais sebagai ketua MPR nya.
13. PROF. DR. H.A. SYAFI’I MA’ARIF
PERIODE : 2000 – 2005
Ahmad Syafi’i Ma’arif dilahirkan di Sumpurkudus Sumatera Barat, 31 Mei 1935. Pendidkan formalnya SR Ibtidaiyah tahun 1947, Madrasah Muallimin Lintau Sumatera Barat dan dilanjutkan ke Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta tamat tahun 1956. Satu tahun di Fakultas Hukum berhenti karena tidak ada biaya. Ia melanjutkan kuliah setelah ia mendapat pekerjaan. Gelar Sarjana Muda Jurusan Sejarah diperolehnya di Universitas Cokroaminoto tahun 1964 dan gelar sarjananya di perolehnya di IKIP Yogyakarta tahun 1968.
Gelar Master diperoleh dari Departemen Sejarah Ohio State University, Amerika Serikat dan tahun 1993 gelar Doktor diperoleh dari Universitas Chicago AS. Disamping kesibukannya sebagai anggota DPA dan staf pengajar di IKIP Yogyakarta, keterlibatannya sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah merupakan sebuah keharusan sejarah. Ketika reformasi di Indonesia sedang bergulir, Amien Rais yang saat itu menjabat sebagai ketua PP Muhammadiyah harus banyak melibatkan diri dalam aktivitas politik di negeri ini untuk menjadi salah satu lokomotif pergerakan dalam menarik gerbong reformasi di Indonesia. Muhammadiyah harus diselamatkan agar tidak terbawa oleh kepentingan-kepentingan jangka pendek. Pada saat itulah ketika Muhammadiyah harus merelakan Amien Rais untuk menjadi pemimpin bangsa, maka Syafi’i Ma’arif menggantikannya sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, setelah ia terpilih dan dikukuhkan sebagai Ketua PP Muhammadiyah melalui sidang Pleno diperluas Muhammadiyah. Ia harus melanjutkan tongkat kepemimpinan Muhammadiyah sampai Muktamar Muhammadiyah ke 44 tahun 2000 di Jakarta.
Dan kita ketahui bersama Muktamar ke 44 tersebut telah memilih kembali Syafi’i Ma’arif sebagai Ketua PP Muhammadiyah hingga kini. Prof. DR. KHA. Syafi’i Ma’arif adalah figur ilmuwan dan agamawan yang rendah hati, sebagaimana kalimat yang disampaikan dalam Pidato Pengukuhan Guru Besarnya di IKIP Yogyakarta.
Sudah 25 tahun terakhir, perhatian terhadap sejarah, filsafat dan agama melebihi perhatian saya terhadap cabang ilmu yang lain. Namun saya sadar sepenuhnya bahwa semakin saya memasuki ketiga wilayah itu semakin tidak ada tepinya. Tidak jarang saya merasa sebagai orang asing di kawasan itu, kawasan yang seakan-akan tanpa batas. Terasalah kekecilan diri ini berhadapan dengan luas dan dalamnya lautan jelajah yang hendak dilayari.
13. PROF DR, H. DIEN SYAMSUDIN
PERIODE 2005 – 2010
Seluruh warga Muhammadiyah seantero Nusantara telah menyelengarakan Muktamar Muhammadiyah ke 45 yang dilaksanakan di Malang Jawa Timur, bertepatan pada hari Ahad s/d Jum’at tanggal 03 s/d 08 Juli 2005. Dimana dari hasil perhelatan pemilihan pimpinan persyarikatan Muhammadiyah telah memberikan amanah kepada Prof Dr. H. Dien Syamsudin untuk menjadi Nakhoda dalam memimpin persyarikatan Muhammadiyah pada periode 2005 – 2010. Mudah-mudahan Beliau dalam kepemimpinannya dapat mengemban Amanah Warga Muhammadiyah sesuai dengan Matan Keyakinan dan Cita-Cita Muhammadiyah sehingga dapat membawa Masyarakat Utama, Adil dan Makmur yang Diridhoi oleh Allah SWT.
Amin Ya Robbul Alamin
Selamat mengemban amanah persyarikatan muhammadiyah
14. KETUA PP. MUHAMMADIYAH 2010 - 2015
Perjalanan Sejarah Muhammadiyah
PENDIRI PERSYARIKATAN MUHAMMADIYAH
Ahmad Dahlan yang waktu mudanya bernama Muhammad Darwis, lahir pada tanggal 1 Agustus 1868 di Kampung Kauman Yogyakarta. Ayahnya seorang alim bernama Kyai Haji Abubakar bin Kyai Haji Sulaiman, pejabat Khatib di masjid besar Kesultanan Yogyakarta. Ibunya adalah putri Haji Ibrahim bin Kyai Haji Hassan, pejabat penghulu kesultanan.
Ahmad Dahlan tidak mengenyam pendidikan formal, sebab orang-orang Islam melarang anaknya masuk sekolah Gubernemen Belanda. Ia didik Ayahnya sendiri selanjutnya mengaji Bahasa Arab, Tafsir, Hadits dan Fiqih kepada Ulama-ulama di Yogyakarta.
Perjalanan Sejarah Muhammadiyah
PENDIRI PERSYARIKATAN MUHAMMADIYAH
Ahmad Dahlan yang waktu mudanya bernama Muhammad Darwis, lahir pada tanggal 1 Agustus 1868 di Kampung Kauman Yogyakarta. Ayahnya seorang alim bernama Kyai Haji Abubakar bin Kyai Haji Sulaiman, pejabat Khatib di masjid besar Kesultanan Yogyakarta. Ibunya adalah putri Haji Ibrahim bin Kyai Haji Hassan, pejabat penghulu kesultanan.
Ahmad Dahlan tidak mengenyam pendidikan formal, sebab orang-orang Islam melarang anaknya masuk sekolah Gubernemen Belanda. Ia didik Ayahnya sendiri selanjutnya mengaji Bahasa Arab, Tafsir, Hadits dan Fiqih kepada Ulama-ulama di Yogyakarta.Dua kali di Makkah belajar pada Syekh Ahmad Chatib, belajar Ilmu Tahuhid, Fiqih, Tasawuf, Falah dan yang menarik hatinya adalah Tafsir Al-Manar karya Muh. Abduh. Keprihatinan Ahmad Dahlan melihat pengalaman Islam di Indonesia sehingga ia bertekad untuk bekerja keras mengembalikan Islam sebagaimana landasan aslinya yaitu Al Qur’an dan Al Hadits. Hal in nampak seperti apa yang dikatakannya :
Saya mesti bekerja keras, untuk meletakkan batu pertama daripada amal yang besar ini. Kalau sekiranya saya lambatkan atau saya hentikan lantaran sakitku ini maka tidak ada orang yang sanggup meletakkan dasar itu. Saya sudah merasa bahwa umur saya tidak akan lama lagi. Maka jika saya sedikit itu, mudahlah yang dibelakang nanti untuk meyempurnakannya.
Untuk mewujudkan cita-citanya KH. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah pada tanggal 18 Nopember 1912.
Kerja keras KH. Ahmad Dahlan mendapat pengakuan Pemerintah RI sebagaimana tertera dalam Surat Keputusan Presiden No. 657 Tahun 1961 menetapkan KHA. Dahlan sebagai Pahlawan Nasional, Dasar dan Penetapan ini adalah :
1. KH. Ahmad Dahlan telah memelopori kebangunan Umat Islam Indonesia untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat.
2. Dengan Organisasi Muhammadiyah yang didirikannya telah memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan dan beramal bagi masyarakat dan umat dengan dasar iman dan islam.
3. Dengan Organisasinya Muhammadiyah telah memelopori amal-amal sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangunan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam.
4. Dengan Organisasinya Muhammadiyah bagian wanita telah memelopori kebangunan wanita bangsa Indonesia untuk mengecap pendidikan dan sosial.
Sebelum wafatnya KHA. Dahlan berpesan kepada kita :
“ AKU TITIPKAN MUHAMMADIYAH KEPADAMU”.
2. K.H. IBRAHIM
PERIODE : 1923 – 1934
KH. Ibrahim dilahirkan di kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 7 Mei 1874, Ia adalah putra dari KH. Fadlil Rachmaningrat, seorang penghulu Hakim Negeri Kesultanan Yogyakarta pada Zaman Sultan Hamengkubuwono ke VII, dan ia merupakan adik kandung Nyai Ahmad Dahlan.
Ngaji Al Qur’an sejak usia 5 tahun. Pada usia 17 tahun ke Makkah menunaikan ibadah haji dan selanjutnya menuntut ilmu selama kurang lebih 8 tahun. Sepulang dari Mekkah dikenal sebagai ulama besar yang cerdas.
Bulan Maret 1923 kala Rapat Tahunan (Kongres), KH. Ibrahim dipilih dipilih sebagai pengganti Bapak KH. Ahmad Dahlan dan selanjutnya kali berturut-turut Rapat Tahunan (Kongres) memilih beliau.
Selama kepemimpinan beliau Muhammadiyah berkembang pesat ke seluruh Indonesia terutama di bidang Pendidikan dan pada awal tahun 1934 di usia ke 46 tahun beliau wafat.
3. K.H. HISYAM
PERIODE 1934-1936
KH. Hisyam lahir di kampung Kauman Yogyakarta tanggal 10 Nopember 1883 dan wafat pada tanggal 20 Mei 1945. Ia memipin Muhammadiyah selama tiga periode yaitu hasil Kongres Muhammadiyah ke 23 di Yogyakarta, Kongres ke 24 di Banjarmasin dan Kongres ke 25 di Batavia (Jakarta) pada tahun 1936.
Yang paling menonjol pada diri nHisyam adalah ketertiban administrasi dan manajemen organisasi pada zamannya. Pada periode kepemimpinannya, titik perhatian Muahammadiyah lebih banyak diarahkan pada masalah pendidikan dan pengajaran, baik pendidikan agama maupun pendidikan umum.
Pada periode Hisyam Muhammadiyah sudah memiliki 103 Volkschool, 47 Standaardschool, 69 Hollands Inlandse School (HIS), dan 25 Schakelschool, sekolah-sekolah Muhammadiyah saat itu merupakan salah satu pendidikan yang didirikan pribumi yang dapat menyamai kemajuan pendidikan sekolah-sekolah Belanda, sekolah-sekolah Katolik dan sekolah-sekolah Protestan.
4. K.H. MAS MANSUR
PERIODE 1937-1942
Mas Mansur lahir pada hari Kamis tanggal 25 Juni 1896 di Surabaya, Ibunya bernama Raudhah seorang wanita kaya yang berasal dari keluarga Pesantren Sidoresmo Wonokromo Surabaya. Ayahnya bernama KH Mas Ahmad Marzuqi, seorang pioneer Islam, ahli Agama yang terkenal di Jawa Timur yang berasal dari keturunan Bangsawan Astatinggi Sumenep Madura dan dikenal sebagai Imam tetap dan Khotib Masjid Agung Ampel Surabaya.
Sejak kecil KH. Mas Mansur belajar di Pesantren Sidoresmo. Tahun 1906 pada usia 10 tahun dikirim ayahnya ke Pesantren Demangan Bangkalan Madura, dua tahun kemudian dia dikirim ke Makkah untuk menunaikan ibadah Haji dan belajar agama selama lebih kurang 4 (empat) tahun. Kemudian dia meneruskan pendidikan di Mesir dan sebelum kembali di Indonesia pada tahun 1915 dia singgah ke Makkah selama 1 tahun.
Tahun 1921 Mas Mansur masuk Organisasi Muhammadiyah. Tahap demi tahap dilalui dengan mantap. Setelah menjadi Ketua Cabang Muhammadiyah Surabaya, kemudian menjadi Konsul Muhammadiyah Wilayah JATIM. Kehadiran Mas Mansur membawa angin segar di tubuh Muhammadiyah yang pada saat itu kaum muda Muhammadiyah menghendaki perubahan di kepengurusan Muhammadiyah yang didominasi kaum tua. Kongres Muhammadiyah ke 26 di Yogyakarta tahun 1937 telah menetapkan KH. Mas Mansur sebagai ketua PB. Muhammadiyah.
Kecintaan pada tanah air tercermin di lembaga-lembaga yang didirikan antara lain : Nadhlatul Al Wathan, Khitab Al Wathan, Ahl Al Wathan, Faru’ Al Wathan dan Hidayah Al Wathan. Tokoh Nasional yang terkenal yaitu empat serangkai mereka adalah : Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara dan KH. Mas Mansur.
Di tengah pecahnya perang kemerdekaan yang berkecamuk itulah, Mas Mansur meninggal di tahanan pada tanggal 25 April 1946. jenazahnya dimakamkan di Gipo Surabaya. Atas jasa-jasanya, oleh Pemerintah Republik Indonesia ia diangkat sebagai Pahlawan Naional bersama teman seperjuangannya, yaitu KH. Fakhruddin.
5. KI BAGUS HADIKUSUMO
PERIODE 1942-1953
Dilahirkan di kampung Kauman Yogyakarta dengan nama R. Hidayat pada 11 Rabi’ul Akhir 1038 Hijriyah. Sekolahnya tidak lebih dari sekolah rakyat (sekarang SD) ditambah mengaji dan besar di Pesantren. Tetapi berkat kerajinan dan ketekunan mempelajari kitab-kitab terkenal akhirnya menjadi orang alim, muballigh dan pemimpin Muhammadiyah yang besar andilnya dalam penyusunan Muqaddimah UUD 1945. Yaitu pokok-pokok pikirannya dengan memberikan landasan Ketuhanan, Kemanusiaan, Keberadaban dan Keadilan. Ki Bagus juga sangat produktif untuk menuliskan buah pikirannya. Buku karyanya antara lain Islam sebagai Dasar Negara dan Akhlak Pemimpin, Risalah Katresnan Djati (1935), Poestaka Hadi (1936), Poestaka Islam (1940), Poestaka Ichsan (1941) Poestaka Imam (1954), dll. Dari buku-buku karyanya tersebut tercermin komitmennya terhadap etika dan bahkan juga syarat Islam.
Ki Bagus Hadiusumo berani menentang perintah pimpinan tentara Dai Nippon yang terkenal ganas dan kejam untuk memerintahkan ummat Islam dan Warga Muhammadiyah melakukan upacara kebaktian tiap pagi sebagai penghormatan kepada Dewa Matahari.
Ia menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah selama 11 tahun (1942-1953) dan wafat pada usia 64 tahun. Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Perintis Kemerdekaan Nasional Indonesia.
6. BUYA A.R. SUTAN MANSYUR
PERIODE 1953-1959
Ranah Minang pernah melahirkan salah seorang tokoh besar Muhammadiyah, yaitu Ahmad Rasyid Sutan Mansur. Ia lahir di Maninjau, Sumatera Barat pada Ahad malam senin 26 Jumadil Akhir 1313 Hijriyah yang bertepatan dengan 15 Desember 1895.
Ahmad Rasyid masuk sekolah di Inlandshe School (IS) pada tahun 1902-1909, sedangkan pendidikan agama semasa kecil langsung ditangani kedua orang tuanya, selanjutnya dia menimba ilmu agama kepada Ulama besar seperti : Dr. Abu Hanifah, Dr. Abdul Karim Amrullah, Haji Rasul (1910-1917), ia belajar tauhid Bahasa Arab, Ilmu Kalam, Mantiq, Tarikh, Tasawuf, Al Qur’an, Tafsir dan Hadits.
Keinginannya belajar ke Kairo batal karena dilarang Pemerintah Koonial Belanda, lalu ia ke Pekalongan untuk berdagang dan jadi guru agama dan Muballigh. Di Kota Pekalongan inilah berinteraksi dengan Bapak KH. Ahmad Dalan dan dengan suka cita masuk anggota Muhammadiyah yang selanjutnya tahun 1923 ia menjadi Ketua Cabang Muhammadiyah Pekalongan. Tahun 1931 Sutan Mansur dikukuhkan sebagai konsul Muhammadiyah (pimpinan wilayah) Sumatera Barat.
Tahun 1938 saat Bung Karno diasingkan di Bengkulu, Sutan Mansur diangkat sebagai Penasehat Agama Bung karno, Wakil Presiden M. Hatta mengangkatnya menjadi Imam Tentara dengan pangkat Mayor Jenderal Tituler. Permintaan Pemerintah agar supaya Sutan Mansur sebagai Penasehat TNI AD berkantor di MBAD Jakarta dan permintaan Presiden Sukarno untuk ke Jakarta sebagai Penasehat Presiden ditolak karena ia harus keliling Sumatera untuk Tabligh.
Dua periode Sutan Mansur menjabat Ketua PB. Muhammadiyah (1953-1956) dan (1956-1959). Buya H.A. Achmad Rasyid Sutan Mansur wafat senin tanggal 25 Maret 1985/3 Rajab 1405 di Jakarta pada usia 90 tahun, Buya Hamka menyebutnya sebagai Ideolog Muhammadiyah dan M. Yunus Anis dalam salah satu Kongres Muhammadiyah menyatakan bahwa di Muhammadiyah ada 2 bintang : Bintang Timur adalah KH. Mas Mansur, Surabaya dan Bintang Barat adalah AR. SUtan Mansur.
7. HM. YUNUS ANIS
PERIODE 1959 -1962
KH. Yunus Anis lahir di Kauman Yogyakarta tanggal 3 Mei 1903 yang masih ada hubungan kerabatan dengan Sultan Mataram. Sejak kecil dididik agama oleh kedua orang tua dan datuknya sendiri.
Pendidikan formalnya Sekolah Rakyat di Yogyakarta dilanjutkan ke sekolah Al-Atas dan sekolah Al-Irsyad di Batavia (Jakarta) yang dibimbing oleh Syekh Ahmad Syurkati kawan seperjuangan KH. Ahmad Dahlan.
Tahun 1924 – 1926 menjabat Pengurus Cabang Muhammadiyah Batavia. Tahun 1934 – 1936 dan 1953 – 1958 menjabat Sekretaris Umum PP. Muhammadiyah. Karena kemampuannya dalam bidang agama, TNI mengangkatnya sebagai Imam Tentara (Kepada Pusroh ADRI).
Muktamar Muhammadiyah ke 34 di Yogyakarta memilih KH. Yunus Anis sebagai Ketua PP. Muhammadiyah.
8. AHMAD BADAWI
PERIODE 1962 – 1968
Ahmad Badawi lahir di Kauman Yogyakarta pada tanggal 5 Pebruari 1902, Ayahnya KH. Fakih adalah keturunan dari Panembahan Senopati, sedangkan ibunya Nyai Siti Habibah adalah adik kandung KH. Ahmad Dahlan.
Pendidikan formalnya hanya di Madrasah Muhammadiyah Yogyakarta, sedangkan pendidikan agama selain dari orang tuanya sendiri banyak diperoleh di pondok-pondok yang antara lain :
· 1908 – 1913 di Lerab Karang Anyar, Imu Nahwu Sharaf.
· 1913 – 1915 di Termas Pacitan, pada KH. Dimyati.
· 1915 – 1920 di Busuk Wangkul Pasuruan.
· 1920 – 1921 di Pandean Semarang.
Di bidang Tabligh A. Badawi sangat berprestasi sehingga pada tahun 1933 dipercaya menjadi ketua Majlis Tabligh PP. Muhammadiyah. A. Badawi terpilih menjadi ketua PP. Muhammadiyah pada Muktamar ke 35 di Jakarta untuk periode 1962 – 1965 dan terpilih kembali pada Muktamar ke 36 untuk periode 1965 – 1968.
Di era kepemimpinan Badawi Muhammadiyah dan Partai Masyumi menjadi target PKI untuk dihancurkan, tapi kepiawaian Badawi melobi dan pendekatan kepada Sorkarno sehingga sejak 1963 Badawi diangkat menjadi Penasehat pribadi Presiden di bidang Agama.
Bahkan keberadaan Muhammadiyah sangat dibutuhkan Soekarno sebagai Balance of Power Policy dari PNI, PKI dan NU yang dirasanya lebih dekat.
Sisi lain dari kemampuannya sebagai pemimpin. Badawi juga produktif menulis barbagi buku /kitab, Badawi meninggal pada hari Jum’ah 25 April 1969 di RS PKU Muhammadiyah yang masih berstatus anggota DPA.
9. KH. FAQIH USMAN
PERIODE 1968 – 1969
KH. Faqih Usman, lahir di Gresik Jatim pada tanggal 2 Maret 1904. semasa kecil ayahnya selalu mengajari Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Umum. Menginjak remaja ia belajar di Pondok Gresik (1914-1918), selanjutnya ke Pondok–pondok di luar Kota Gresik (1918-1924). Faqih Usman dikenal memiliki Entreupreneurship yang kuat, usaha bisnisnya cukup berhasil; penyediaan alat-alat bangunan, galangan kapal, tenun dll. Faqih Usman menjabat sebagai ketua Majlis Tarjih Muhammadiyah Jawa Timur periode 1932-1936. Pada saat KH. Mas Mansur di pilih menjadi ketua PP. Muhammadiyah pada tahun 1936, KH. Faqih Usman menggantikannya menjadi Konsul Muhammadiyah Jawa Timur. Faqih Usman juga banyak terlibat gerakan-gerakan Islam ataupun kemasyarakatan yang antara lain :
· Tahun 1937 Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI).
· Tahun 1940-1942 Anggota Dewan Kota Surabaya.
· Tahun 1945 Anggota Komite Nasional Pusat dan Ketua Komite Nasional Surabaya.
· Tahun 1959 menerbitkan majalah Panji Masyarakat bersama HAMKA dll.
Ikut aktif dalam mendirikan partai MASYUMI pada tanggal 7 Nopember 1945 di Yogyakarta dan Tahun 1952 menjabat ketua II partai MASYUMI hingga MASYUMI bubar tahun 1968.
Karena kemampuan KH Faqih Usman jualah, pemerintah mempercayakannya untuk memimpin Departemen Agama tahun 1950. Tahun 1951 diangkat menjadi Kepala Jawatan Agama Pusat tanggal 3 April 1952 dipercaya kembali sebagai Menteri Agama pada masa Kabinet Wilopo.
Kepribadian Muhammadiyah adalah hasil rumusan KH. Faqih Usman pada periode kepengurusan KH Ahmad Badawi yang diterima dan disyahkan dalam Muktamar ke 35 tahun 1962 di Jakarta. KH. Faqih Usman terpilih sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah pada Muktamar Muhammadiyah ke 37 tahun 1968 di Yogyakarta. Namun hanya beberapa hari saja jabatan itu diembannya sebab pada tanggal 3 Oktober 1968 ia berpulang ke Rahmatullah, selanjutnya pimpinan dipegang KH. AR Fachrudin.
10. KH. ABDUR ROZZAQ FACHRUDDIN
PERIODE 1968 – 1990
KH. Abdur Rozzaq Fachruddin yang terkenal dengan panggilan pak AR adalah pemegang rekor paling lama memimpin Muhammadiyah yaitu selama 22 tahun (1968-1990). Ia lahir tanggal 14 Pebruari 1916 di Cilangkap, Purwaringan, Pakualaman Yogyakarta.
Pendidikan formalnya : Standaard School (SD) Yogyakarta, Madrasah Muallimin Muhammadiyah Kulon Progo, menimba ilmu kepada para kyai diantaranya KH. Fachruddin ayahnya sendiri, KH. Abdullah Rosad dan KH Abu Amar. Selanjutnya Madrasah Darul Ulum Muhammadiyah Sewugalur dan sekolah Madrasah Tabligh School Muhammadiyah. Selepas sekolah langsung mengemban tugas dakwah/guru dari Hoofdbestuur Muhammadiyah ke berbagai daerah di Sumatera.
Mendirikan sekolah Wustha Muallimin Muhammadiyah setingkat SMP di Ogan Komiring. Sekolah yang sama didirikan di Musi Hilir (1941). Se sungai Gerong Palembang, selanjutnya ia kembali ke Yogyakarta.
Pak AR adalah ulama besar yang berwajah sejuk dn bersahaja, banyak karya tulisnya yangtelah dibukukan antara lain : Naskah Kesyukuran, Naskah Entheng, Serat Kaweruh, Islam Kawedar, upaya mewujudkan Muhammadiyah sebagai gerakan amal, pemikiran dan da’wah Islam, Syahadatain Kawedar, tanya jawab Entheng-enthengan dan Tuntunan Sholat Basa Jawi, kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits, Khutbah Nikah dan terjemahannya, Pilihlah Pimpinan Muhammadiyah yang tepat, Sarono Entheng-enthengan Pancasila, Ruh Muhammadiyah dengan harapan supaya ada alih generasi yang sehat. Pak AR wafat 17 Maret 1995 di rumah Sakit Islam Jakarta pada usia 79 tahun.
11. KH. AHMAD AZHAR BASYIR
PERIODE : 1990 – 1995
PP. Muhammadiyah periode KHA. Azhar Basyir, MA (1990-1995) didominasi para intelektual produk Muhammadiyah, KHA. Azhar Basyir MA, yang lahir di Yogyakarta tanggal 21 Nopember 1928 ini pendidikan formalnya tidak kurang dari 34 tahun. Tahun 1944 tamat sekolah Madrasah al-Falah Yogyakarta. Setelah di Pondok Termas Pacitan, ia meneruskan ke Madrasah Mubalighin III Muhammadiyah Yogyakarta tahun 1946, di Madrasah Menengah Tinggi Yogya tamat tahun 1952. tahun 1956 meraih gelar sarjana pada perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN). Tugas Azhar Basyir pindah ke Universitas Darul Ulum Mesir hingga mencapai gelar master tahun 1968.
Sepulang dari Timur Tengah tugas persyarikatan telah menghadang. Azhar Basyir dipercaya duduk di Majlis Tarjih PP Mujammadiyah hingga tahun 1985, selanjutnya ia menjabat Wakil Ketua PP Muhammadiyah tahun 1990. muktamar ke 42 di Yogykarta telah memilih KHA. Azhar Basyir, MA. untuk memimpin Muhammadiyah.
Azhar Basyir merupakan sosok perpaduan ulama dan intelektual, oleh karenanya karya ilmiah yang pernah ditulisnyapun banyak dijadikan rujukan dalam kajian ilmiah diberbagai Universitas di Indonesia. Dunia Islam mengakuinya sebagai Ahli Fiqih (OKI) yang memiliki persyaratan ketat.
Jabatan Ketua PP. Muhammadiyah dipikulnya tidak sampai pada akhir masa kepengurusannya, karena pada tanggal 28 Juli 1994 ia berpulang ke Rahmatullah.
12. PROF DR. H.M. AMIEN RAIS, M.A.
PERIODE : 1995 – 2000
Tokoh Reformasi Indonesia ini dilahirkan di Surakarta, 26 April 1944. Setelah pendidikan SD Muhammadiyah 1 Surakarta, SMP dan SMA. Pendidikan tingkat sarjana diselesaikan oleh Amien Rais di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional FISIPOL Universitas Gadjah Mada pada tahun 1968, sementara ia juga menerima gelar Sarjana Muda dari Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 1969. Pada saat Mahasiswa inilah ia banyak terlibat aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan, seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) ( Ketua III Dewan Pimpinan Pusat IMM) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) (Ketua Lembaga Da’wah Mahasiswa Islam HMI Yogyakarta). Studinya dilanjutkan pada tingkat Master dibidang Ilmu Politik di University of Notre Dame, Amerika Serikat dan selesai pada tahun 1974. Dari Uninersitas yang sama ia juga memperolah Certifikate on East European Studies. Sementara itu, gelar doktoralnya diperoleh dari Universitas Chicago, Amerika Serikat pada tahun 1981 dengan disertasinya yang cukup terkenal, yaitu Gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Ia juga pernah mengikuti Post Doctoral Program di George Washington Uniersity pada tahun 1986 dan di UCLA pada tahun 1988.
Tugas-tugas intelektualisme pun ia lakukan, baik transformasi keilmuan (mengajar di berbagai universitas) dan juga melakukan kritik atas fenomena sosial yang sedang berlangsung. Kritiknya yang sangat vokal sangat mewarnai opini publik di Indonesia. Sepulangnya dari pendidikan di Amerika, ia terkenal sebagai pakar politik Timur Tengah dan melontarkan Isu Suksesi Keprisidenan, sebuah isu yang janggal pada saat itu karena kepemimpinan orde baru yang sangat kuat. Bahkan Amien Rais yang menggulirkan gagasan tentang Reformasi Politik yang selanjutnya sejarah mencatat bahwa Amien Rais adalah orang terdepan dalam meruntuhkan kebobrokan politik Orde Baru. Setelah tumbangnya Rezim Orde Baru Amien Rais meletakkan jabatan Ketua PP. Muhammadiyah dan mendirikan Partai Amanat Nasional (PAN) yang pada pemilu 1999 menduduki peringkat ke 5 dalam perolehan suara yang dapat menghantarkannya menjadi ketua MPR. Lagi-lagi Amien Rais menggulirkan gagasan Poros Tengah yang mencoba membangun jalan tengah dari dua titik ekstrim dalam kubu politik di Indonesia pasca Pemilu 1999 yang ternyata cukup efektif dalam upaya merajut kembali hubungan Muhammadiyah-NU dengan mencalonkan KH Abdurrohman Wahid sebagai Presiden RI ke 4 dan ternyata berhasil.
Hanya saja sayang KH. Abdurrohman Wahid tidak sampai satu periode telah dilengserkan oleh MPR, dimana Amien Rais sebagai ketua MPR nya.
13. PROF. DR. H.A. SYAFI’I MA’ARIF
PERIODE : 2000 – 2005
Ahmad Syafi’i Ma’arif dilahirkan di Sumpurkudus Sumatera Barat, 31 Mei 1935. Pendidkan formalnya SR Ibtidaiyah tahun 1947, Madrasah Muallimin Lintau Sumatera Barat dan dilanjutkan ke Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta tamat tahun 1956. Satu tahun di Fakultas Hukum berhenti karena tidak ada biaya. Ia melanjutkan kuliah setelah ia mendapat pekerjaan. Gelar Sarjana Muda Jurusan Sejarah diperolehnya di Universitas Cokroaminoto tahun 1964 dan gelar sarjananya di perolehnya di IKIP Yogyakarta tahun 1968.
Gelar Master diperoleh dari Departemen Sejarah Ohio State University, Amerika Serikat dan tahun 1993 gelar Doktor diperoleh dari Universitas Chicago AS. Disamping kesibukannya sebagai anggota DPA dan staf pengajar di IKIP Yogyakarta, keterlibatannya sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah merupakan sebuah keharusan sejarah. Ketika reformasi di Indonesia sedang bergulir, Amien Rais yang saat itu menjabat sebagai ketua PP Muhammadiyah harus banyak melibatkan diri dalam aktivitas politik di negeri ini untuk menjadi salah satu lokomotif pergerakan dalam menarik gerbong reformasi di Indonesia. Muhammadiyah harus diselamatkan agar tidak terbawa oleh kepentingan-kepentingan jangka pendek. Pada saat itulah ketika Muhammadiyah harus merelakan Amien Rais untuk menjadi pemimpin bangsa, maka Syafi’i Ma’arif menggantikannya sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, setelah ia terpilih dan dikukuhkan sebagai Ketua PP Muhammadiyah melalui sidang Pleno diperluas Muhammadiyah. Ia harus melanjutkan tongkat kepemimpinan Muhammadiyah sampai Muktamar Muhammadiyah ke 44 tahun 2000 di Jakarta.
Dan kita ketahui bersama Muktamar ke 44 tersebut telah memilih kembali Syafi’i Ma’arif sebagai Ketua PP Muhammadiyah hingga kini. Prof. DR. KHA. Syafi’i Ma’arif adalah figur ilmuwan dan agamawan yang rendah hati, sebagaimana kalimat yang disampaikan dalam Pidato Pengukuhan Guru Besarnya di IKIP Yogyakarta.
Sudah 25 tahun terakhir, perhatian terhadap sejarah, filsafat dan agama melebihi perhatian saya terhadap cabang ilmu yang lain. Namun saya sadar sepenuhnya bahwa semakin saya memasuki ketiga wilayah itu semakin tidak ada tepinya. Tidak jarang saya merasa sebagai orang asing di kawasan itu, kawasan yang seakan-akan tanpa batas. Terasalah kekecilan diri ini berhadapan dengan luas dan dalamnya lautan jelajah yang hendak dilayari.
13. PROF DR, H. DIEN SYAMSUDIN
PERIODE 2005 – 2010
Seluruh warga Muhammadiyah seantero Nusantara telah menyelengarakan Muktamar Muhammadiyah ke 45 yang dilaksanakan di Malang Jawa Timur, bertepatan pada hari Ahad s/d Jum’at tanggal 03 s/d 08 Juli 2005. Dimana dari hasil perhelatan pemilihan pimpinan persyarikatan Muhammadiyah telah memberikan amanah kepada Prof Dr. H. Dien Syamsudin untuk menjadi Nakhoda dalam memimpin persyarikatan Muhammadiyah pada periode 2005 – 2010. Mudah-mudahan Beliau dalam kepemimpinannya dapat mengemban Amanah Warga Muhammadiyah sesuai dengan Matan Keyakinan dan Cita-Cita Muhammadiyah sehingga dapat membawa Masyarakat Utama, Adil dan Makmur yang Diridhoi oleh Allah SWT.
Amin Ya Robbul Alamin
Selamat mengemban amanah persyarikatan muhammadiyah
14. KETUA PP. MUHAMMADIYAH 2010 - 2015
Perjalanan Sejarah Muhammadiyah
PENDIRI PERSYARIKATAN MUHAMMADIYAH
Ahmad Dahlan yang waktu mudanya bernama Muhammad Darwis, lahir pada tanggal 1 Agustus 1868 di Kampung Kauman Yogyakarta. Ayahnya seorang alim bernama Kyai Haji Abubakar bin Kyai Haji Sulaiman, pejabat Khatib di masjid besar Kesultanan Yogyakarta. Ibunya adalah putri Haji Ibrahim bin Kyai Haji Hassan, pejabat penghulu kesultanan.
Ahmad Dahlan tidak mengenyam pendidikan formal, sebab orang-orang Islam melarang anaknya masuk sekolah Gubernemen Belanda. Ia didik Ayahnya sendiri selanjutnya mengaji Bahasa Arab, Tafsir, Hadits dan Fiqih kepada Ulama-ulama di Yogyakarta.
Perjalanan Sejarah Muhammadiyah
PENDIRI PERSYARIKATAN MUHAMMADIYAH
Ahmad Dahlan yang waktu mudanya bernama Muhammad Darwis, lahir pada tanggal 1 Agustus 1868 di Kampung Kauman Yogyakarta. Ayahnya seorang alim bernama Kyai Haji Abubakar bin Kyai Haji Sulaiman, pejabat Khatib di masjid besar Kesultanan Yogyakarta. Ibunya adalah putri Haji Ibrahim bin Kyai Haji Hassan, pejabat penghulu kesultanan.
Ahmad Dahlan tidak mengenyam pendidikan formal, sebab orang-orang Islam melarang anaknya masuk sekolah Gubernemen Belanda. Ia didik Ayahnya sendiri selanjutnya mengaji Bahasa Arab, Tafsir, Hadits dan Fiqih kepada Ulama-ulama di Yogyakarta.Dua kali di Makkah belajar pada Syekh Ahmad Chatib, belajar Ilmu Tahuhid, Fiqih, Tasawuf, Falah dan yang menarik hatinya adalah Tafsir Al-Manar karya Muh. Abduh. Keprihatinan Ahmad Dahlan melihat pengalaman Islam di Indonesia sehingga ia bertekad untuk bekerja keras mengembalikan Islam sebagaimana landasan aslinya yaitu Al Qur’an dan Al Hadits. Hal in nampak seperti apa yang dikatakannya :
Saya mesti bekerja keras, untuk meletakkan batu pertama daripada amal yang besar ini. Kalau sekiranya saya lambatkan atau saya hentikan lantaran sakitku ini maka tidak ada orang yang sanggup meletakkan dasar itu. Saya sudah merasa bahwa umur saya tidak akan lama lagi. Maka jika saya sedikit itu, mudahlah yang dibelakang nanti untuk meyempurnakannya.
Untuk mewujudkan cita-citanya KH. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah pada tanggal 18 Nopember 1912.
Kerja keras KH. Ahmad Dahlan mendapat pengakuan Pemerintah RI sebagaimana tertera dalam Surat Keputusan Presiden No. 657 Tahun 1961 menetapkan KHA. Dahlan sebagai Pahlawan Nasional, Dasar dan Penetapan ini adalah :
1. KH. Ahmad Dahlan telah memelopori kebangunan Umat Islam Indonesia untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat.
2. Dengan Organisasi Muhammadiyah yang didirikannya telah memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan dan beramal bagi masyarakat dan umat dengan dasar iman dan islam.
3. Dengan Organisasinya Muhammadiyah telah memelopori amal-amal sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangunan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam.
4. Dengan Organisasinya Muhammadiyah bagian wanita telah memelopori kebangunan wanita bangsa Indonesia untuk mengecap pendidikan dan sosial.
Sebelum wafatnya KHA. Dahlan berpesan kepada kita :
“ AKU TITIPKAN MUHAMMADIYAH KEPADAMU”.
2. K.H. IBRAHIM
PERIODE : 1923 – 1934
KH. Ibrahim dilahirkan di kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 7 Mei 1874, Ia adalah putra dari KH. Fadlil Rachmaningrat, seorang penghulu Hakim Negeri Kesultanan Yogyakarta pada Zaman Sultan Hamengkubuwono ke VII, dan ia merupakan adik kandung Nyai Ahmad Dahlan.
Ngaji Al Qur’an sejak usia 5 tahun. Pada usia 17 tahun ke Makkah menunaikan ibadah haji dan selanjutnya menuntut ilmu selama kurang lebih 8 tahun. Sepulang dari Mekkah dikenal sebagai ulama besar yang cerdas.
Bulan Maret 1923 kala Rapat Tahunan (Kongres), KH. Ibrahim dipilih dipilih sebagai pengganti Bapak KH. Ahmad Dahlan dan selanjutnya kali berturut-turut Rapat Tahunan (Kongres) memilih beliau.
Selama kepemimpinan beliau Muhammadiyah berkembang pesat ke seluruh Indonesia terutama di bidang Pendidikan dan pada awal tahun 1934 di usia ke 46 tahun beliau wafat.
3. K.H. HISYAM
PERIODE 1934-1936
KH. Hisyam lahir di kampung Kauman Yogyakarta tanggal 10 Nopember 1883 dan wafat pada tanggal 20 Mei 1945. Ia memipin Muhammadiyah selama tiga periode yaitu hasil Kongres Muhammadiyah ke 23 di Yogyakarta, Kongres ke 24 di Banjarmasin dan Kongres ke 25 di Batavia (Jakarta) pada tahun 1936.
Yang paling menonjol pada diri nHisyam adalah ketertiban administrasi dan manajemen organisasi pada zamannya. Pada periode kepemimpinannya, titik perhatian Muahammadiyah lebih banyak diarahkan pada masalah pendidikan dan pengajaran, baik pendidikan agama maupun pendidikan umum.
Pada periode Hisyam Muhammadiyah sudah memiliki 103 Volkschool, 47 Standaardschool, 69 Hollands Inlandse School (HIS), dan 25 Schakelschool, sekolah-sekolah Muhammadiyah saat itu merupakan salah satu pendidikan yang didirikan pribumi yang dapat menyamai kemajuan pendidikan sekolah-sekolah Belanda, sekolah-sekolah Katolik dan sekolah-sekolah Protestan.
4. K.H. MAS MANSUR
PERIODE 1937-1942
Mas Mansur lahir pada hari Kamis tanggal 25 Juni 1896 di Surabaya, Ibunya bernama Raudhah seorang wanita kaya yang berasal dari keluarga Pesantren Sidoresmo Wonokromo Surabaya. Ayahnya bernama KH Mas Ahmad Marzuqi, seorang pioneer Islam, ahli Agama yang terkenal di Jawa Timur yang berasal dari keturunan Bangsawan Astatinggi Sumenep Madura dan dikenal sebagai Imam tetap dan Khotib Masjid Agung Ampel Surabaya.
Sejak kecil KH. Mas Mansur belajar di Pesantren Sidoresmo. Tahun 1906 pada usia 10 tahun dikirim ayahnya ke Pesantren Demangan Bangkalan Madura, dua tahun kemudian dia dikirim ke Makkah untuk menunaikan ibadah Haji dan belajar agama selama lebih kurang 4 (empat) tahun. Kemudian dia meneruskan pendidikan di Mesir dan sebelum kembali di Indonesia pada tahun 1915 dia singgah ke Makkah selama 1 tahun.
Tahun 1921 Mas Mansur masuk Organisasi Muhammadiyah. Tahap demi tahap dilalui dengan mantap. Setelah menjadi Ketua Cabang Muhammadiyah Surabaya, kemudian menjadi Konsul Muhammadiyah Wilayah JATIM. Kehadiran Mas Mansur membawa angin segar di tubuh Muhammadiyah yang pada saat itu kaum muda Muhammadiyah menghendaki perubahan di kepengurusan Muhammadiyah yang didominasi kaum tua. Kongres Muhammadiyah ke 26 di Yogyakarta tahun 1937 telah menetapkan KH. Mas Mansur sebagai ketua PB. Muhammadiyah.
Kecintaan pada tanah air tercermin di lembaga-lembaga yang didirikan antara lain : Nadhlatul Al Wathan, Khitab Al Wathan, Ahl Al Wathan, Faru’ Al Wathan dan Hidayah Al Wathan. Tokoh Nasional yang terkenal yaitu empat serangkai mereka adalah : Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara dan KH. Mas Mansur.
Di tengah pecahnya perang kemerdekaan yang berkecamuk itulah, Mas Mansur meninggal di tahanan pada tanggal 25 April 1946. jenazahnya dimakamkan di Gipo Surabaya. Atas jasa-jasanya, oleh Pemerintah Republik Indonesia ia diangkat sebagai Pahlawan Naional bersama teman seperjuangannya, yaitu KH. Fakhruddin.
5. KI BAGUS HADIKUSUMO
PERIODE 1942-1953
Dilahirkan di kampung Kauman Yogyakarta dengan nama R. Hidayat pada 11 Rabi’ul Akhir 1038 Hijriyah. Sekolahnya tidak lebih dari sekolah rakyat (sekarang SD) ditambah mengaji dan besar di Pesantren. Tetapi berkat kerajinan dan ketekunan mempelajari kitab-kitab terkenal akhirnya menjadi orang alim, muballigh dan pemimpin Muhammadiyah yang besar andilnya dalam penyusunan Muqaddimah UUD 1945. Yaitu pokok-pokok pikirannya dengan memberikan landasan Ketuhanan, Kemanusiaan, Keberadaban dan Keadilan. Ki Bagus juga sangat produktif untuk menuliskan buah pikirannya. Buku karyanya antara lain Islam sebagai Dasar Negara dan Akhlak Pemimpin, Risalah Katresnan Djati (1935), Poestaka Hadi (1936), Poestaka Islam (1940), Poestaka Ichsan (1941) Poestaka Imam (1954), dll. Dari buku-buku karyanya tersebut tercermin komitmennya terhadap etika dan bahkan juga syarat Islam.
Ki Bagus Hadiusumo berani menentang perintah pimpinan tentara Dai Nippon yang terkenal ganas dan kejam untuk memerintahkan ummat Islam dan Warga Muhammadiyah melakukan upacara kebaktian tiap pagi sebagai penghormatan kepada Dewa Matahari.
Ia menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah selama 11 tahun (1942-1953) dan wafat pada usia 64 tahun. Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Perintis Kemerdekaan Nasional Indonesia.
6. BUYA A.R. SUTAN MANSYUR
PERIODE 1953-1959
Ranah Minang pernah melahirkan salah seorang tokoh besar Muhammadiyah, yaitu Ahmad Rasyid Sutan Mansur. Ia lahir di Maninjau, Sumatera Barat pada Ahad malam senin 26 Jumadil Akhir 1313 Hijriyah yang bertepatan dengan 15 Desember 1895.
Ahmad Rasyid masuk sekolah di Inlandshe School (IS) pada tahun 1902-1909, sedangkan pendidikan agama semasa kecil langsung ditangani kedua orang tuanya, selanjutnya dia menimba ilmu agama kepada Ulama besar seperti : Dr. Abu Hanifah, Dr. Abdul Karim Amrullah, Haji Rasul (1910-1917), ia belajar tauhid Bahasa Arab, Ilmu Kalam, Mantiq, Tarikh, Tasawuf, Al Qur’an, Tafsir dan Hadits.
Keinginannya belajar ke Kairo batal karena dilarang Pemerintah Koonial Belanda, lalu ia ke Pekalongan untuk berdagang dan jadi guru agama dan Muballigh. Di Kota Pekalongan inilah berinteraksi dengan Bapak KH. Ahmad Dalan dan dengan suka cita masuk anggota Muhammadiyah yang selanjutnya tahun 1923 ia menjadi Ketua Cabang Muhammadiyah Pekalongan. Tahun 1931 Sutan Mansur dikukuhkan sebagai konsul Muhammadiyah (pimpinan wilayah) Sumatera Barat.
Tahun 1938 saat Bung Karno diasingkan di Bengkulu, Sutan Mansur diangkat sebagai Penasehat Agama Bung karno, Wakil Presiden M. Hatta mengangkatnya menjadi Imam Tentara dengan pangkat Mayor Jenderal Tituler. Permintaan Pemerintah agar supaya Sutan Mansur sebagai Penasehat TNI AD berkantor di MBAD Jakarta dan permintaan Presiden Sukarno untuk ke Jakarta sebagai Penasehat Presiden ditolak karena ia harus keliling Sumatera untuk Tabligh.
Dua periode Sutan Mansur menjabat Ketua PB. Muhammadiyah (1953-1956) dan (1956-1959). Buya H.A. Achmad Rasyid Sutan Mansur wafat senin tanggal 25 Maret 1985/3 Rajab 1405 di Jakarta pada usia 90 tahun, Buya Hamka menyebutnya sebagai Ideolog Muhammadiyah dan M. Yunus Anis dalam salah satu Kongres Muhammadiyah menyatakan bahwa di Muhammadiyah ada 2 bintang : Bintang Timur adalah KH. Mas Mansur, Surabaya dan Bintang Barat adalah AR. SUtan Mansur.
7. HM. YUNUS ANIS
PERIODE 1959 -1962
KH. Yunus Anis lahir di Kauman Yogyakarta tanggal 3 Mei 1903 yang masih ada hubungan kerabatan dengan Sultan Mataram. Sejak kecil dididik agama oleh kedua orang tua dan datuknya sendiri.
Pendidikan formalnya Sekolah Rakyat di Yogyakarta dilanjutkan ke sekolah Al-Atas dan sekolah Al-Irsyad di Batavia (Jakarta) yang dibimbing oleh Syekh Ahmad Syurkati kawan seperjuangan KH. Ahmad Dahlan.
Tahun 1924 – 1926 menjabat Pengurus Cabang Muhammadiyah Batavia. Tahun 1934 – 1936 dan 1953 – 1958 menjabat Sekretaris Umum PP. Muhammadiyah. Karena kemampuannya dalam bidang agama, TNI mengangkatnya sebagai Imam Tentara (Kepada Pusroh ADRI).
Muktamar Muhammadiyah ke 34 di Yogyakarta memilih KH. Yunus Anis sebagai Ketua PP. Muhammadiyah.
8. AHMAD BADAWI
PERIODE 1962 – 1968
Ahmad Badawi lahir di Kauman Yogyakarta pada tanggal 5 Pebruari 1902, Ayahnya KH. Fakih adalah keturunan dari Panembahan Senopati, sedangkan ibunya Nyai Siti Habibah adalah adik kandung KH. Ahmad Dahlan.
Pendidikan formalnya hanya di Madrasah Muhammadiyah Yogyakarta, sedangkan pendidikan agama selain dari orang tuanya sendiri banyak diperoleh di pondok-pondok yang antara lain :
· 1908 – 1913 di Lerab Karang Anyar, Imu Nahwu Sharaf.
· 1913 – 1915 di Termas Pacitan, pada KH. Dimyati.
· 1915 – 1920 di Busuk Wangkul Pasuruan.
· 1920 – 1921 di Pandean Semarang.
Di bidang Tabligh A. Badawi sangat berprestasi sehingga pada tahun 1933 dipercaya menjadi ketua Majlis Tabligh PP. Muhammadiyah. A. Badawi terpilih menjadi ketua PP. Muhammadiyah pada Muktamar ke 35 di Jakarta untuk periode 1962 – 1965 dan terpilih kembali pada Muktamar ke 36 untuk periode 1965 – 1968.
Di era kepemimpinan Badawi Muhammadiyah dan Partai Masyumi menjadi target PKI untuk dihancurkan, tapi kepiawaian Badawi melobi dan pendekatan kepada Sorkarno sehingga sejak 1963 Badawi diangkat menjadi Penasehat pribadi Presiden di bidang Agama.
Bahkan keberadaan Muhammadiyah sangat dibutuhkan Soekarno sebagai Balance of Power Policy dari PNI, PKI dan NU yang dirasanya lebih dekat.
Sisi lain dari kemampuannya sebagai pemimpin. Badawi juga produktif menulis barbagi buku /kitab, Badawi meninggal pada hari Jum’ah 25 April 1969 di RS PKU Muhammadiyah yang masih berstatus anggota DPA.
9. KH. FAQIH USMAN
PERIODE 1968 – 1969
KH. Faqih Usman, lahir di Gresik Jatim pada tanggal 2 Maret 1904. semasa kecil ayahnya selalu mengajari Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Umum. Menginjak remaja ia belajar di Pondok Gresik (1914-1918), selanjutnya ke Pondok–pondok di luar Kota Gresik (1918-1924). Faqih Usman dikenal memiliki Entreupreneurship yang kuat, usaha bisnisnya cukup berhasil; penyediaan alat-alat bangunan, galangan kapal, tenun dll. Faqih Usman menjabat sebagai ketua Majlis Tarjih Muhammadiyah Jawa Timur periode 1932-1936. Pada saat KH. Mas Mansur di pilih menjadi ketua PP. Muhammadiyah pada tahun 1936, KH. Faqih Usman menggantikannya menjadi Konsul Muhammadiyah Jawa Timur. Faqih Usman juga banyak terlibat gerakan-gerakan Islam ataupun kemasyarakatan yang antara lain :
· Tahun 1937 Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI).
· Tahun 1940-1942 Anggota Dewan Kota Surabaya.
· Tahun 1945 Anggota Komite Nasional Pusat dan Ketua Komite Nasional Surabaya.
· Tahun 1959 menerbitkan majalah Panji Masyarakat bersama HAMKA dll.
Ikut aktif dalam mendirikan partai MASYUMI pada tanggal 7 Nopember 1945 di Yogyakarta dan Tahun 1952 menjabat ketua II partai MASYUMI hingga MASYUMI bubar tahun 1968.
Karena kemampuan KH Faqih Usman jualah, pemerintah mempercayakannya untuk memimpin Departemen Agama tahun 1950. Tahun 1951 diangkat menjadi Kepala Jawatan Agama Pusat tanggal 3 April 1952 dipercaya kembali sebagai Menteri Agama pada masa Kabinet Wilopo.
Kepribadian Muhammadiyah adalah hasil rumusan KH. Faqih Usman pada periode kepengurusan KH Ahmad Badawi yang diterima dan disyahkan dalam Muktamar ke 35 tahun 1962 di Jakarta. KH. Faqih Usman terpilih sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah pada Muktamar Muhammadiyah ke 37 tahun 1968 di Yogyakarta. Namun hanya beberapa hari saja jabatan itu diembannya sebab pada tanggal 3 Oktober 1968 ia berpulang ke Rahmatullah, selanjutnya pimpinan dipegang KH. AR Fachrudin.
10. KH. ABDUR ROZZAQ FACHRUDDIN
PERIODE 1968 – 1990
KH. Abdur Rozzaq Fachruddin yang terkenal dengan panggilan pak AR adalah pemegang rekor paling lama memimpin Muhammadiyah yaitu selama 22 tahun (1968-1990). Ia lahir tanggal 14 Pebruari 1916 di Cilangkap, Purwaringan, Pakualaman Yogyakarta.
Pendidikan formalnya : Standaard School (SD) Yogyakarta, Madrasah Muallimin Muhammadiyah Kulon Progo, menimba ilmu kepada para kyai diantaranya KH. Fachruddin ayahnya sendiri, KH. Abdullah Rosad dan KH Abu Amar. Selanjutnya Madrasah Darul Ulum Muhammadiyah Sewugalur dan sekolah Madrasah Tabligh School Muhammadiyah. Selepas sekolah langsung mengemban tugas dakwah/guru dari Hoofdbestuur Muhammadiyah ke berbagai daerah di Sumatera.
Mendirikan sekolah Wustha Muallimin Muhammadiyah setingkat SMP di Ogan Komiring. Sekolah yang sama didirikan di Musi Hilir (1941). Se sungai Gerong Palembang, selanjutnya ia kembali ke Yogyakarta.
Pak AR adalah ulama besar yang berwajah sejuk dn bersahaja, banyak karya tulisnya yangtelah dibukukan antara lain : Naskah Kesyukuran, Naskah Entheng, Serat Kaweruh, Islam Kawedar, upaya mewujudkan Muhammadiyah sebagai gerakan amal, pemikiran dan da’wah Islam, Syahadatain Kawedar, tanya jawab Entheng-enthengan dan Tuntunan Sholat Basa Jawi, kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits, Khutbah Nikah dan terjemahannya, Pilihlah Pimpinan Muhammadiyah yang tepat, Sarono Entheng-enthengan Pancasila, Ruh Muhammadiyah dengan harapan supaya ada alih generasi yang sehat. Pak AR wafat 17 Maret 1995 di rumah Sakit Islam Jakarta pada usia 79 tahun.
11. KH. AHMAD AZHAR BASYIR
PERIODE : 1990 – 1995
PP. Muhammadiyah periode KHA. Azhar Basyir, MA (1990-1995) didominasi para intelektual produk Muhammadiyah, KHA. Azhar Basyir MA, yang lahir di Yogyakarta tanggal 21 Nopember 1928 ini pendidikan formalnya tidak kurang dari 34 tahun. Tahun 1944 tamat sekolah Madrasah al-Falah Yogyakarta. Setelah di Pondok Termas Pacitan, ia meneruskan ke Madrasah Mubalighin III Muhammadiyah Yogyakarta tahun 1946, di Madrasah Menengah Tinggi Yogya tamat tahun 1952. tahun 1956 meraih gelar sarjana pada perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN). Tugas Azhar Basyir pindah ke Universitas Darul Ulum Mesir hingga mencapai gelar master tahun 1968.
Sepulang dari Timur Tengah tugas persyarikatan telah menghadang. Azhar Basyir dipercaya duduk di Majlis Tarjih PP Mujammadiyah hingga tahun 1985, selanjutnya ia menjabat Wakil Ketua PP Muhammadiyah tahun 1990. muktamar ke 42 di Yogykarta telah memilih KHA. Azhar Basyir, MA. untuk memimpin Muhammadiyah.
Azhar Basyir merupakan sosok perpaduan ulama dan intelektual, oleh karenanya karya ilmiah yang pernah ditulisnyapun banyak dijadikan rujukan dalam kajian ilmiah diberbagai Universitas di Indonesia. Dunia Islam mengakuinya sebagai Ahli Fiqih (OKI) yang memiliki persyaratan ketat.
Jabatan Ketua PP. Muhammadiyah dipikulnya tidak sampai pada akhir masa kepengurusannya, karena pada tanggal 28 Juli 1994 ia berpulang ke Rahmatullah.
12. PROF DR. H.M. AMIEN RAIS, M.A.
PERIODE : 1995 – 2000
Tokoh Reformasi Indonesia ini dilahirkan di Surakarta, 26 April 1944. Setelah pendidikan SD Muhammadiyah 1 Surakarta, SMP dan SMA. Pendidikan tingkat sarjana diselesaikan oleh Amien Rais di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional FISIPOL Universitas Gadjah Mada pada tahun 1968, sementara ia juga menerima gelar Sarjana Muda dari Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 1969. Pada saat Mahasiswa inilah ia banyak terlibat aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan, seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) ( Ketua III Dewan Pimpinan Pusat IMM) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) (Ketua Lembaga Da’wah Mahasiswa Islam HMI Yogyakarta). Studinya dilanjutkan pada tingkat Master dibidang Ilmu Politik di University of Notre Dame, Amerika Serikat dan selesai pada tahun 1974. Dari Uninersitas yang sama ia juga memperolah Certifikate on East European Studies. Sementara itu, gelar doktoralnya diperoleh dari Universitas Chicago, Amerika Serikat pada tahun 1981 dengan disertasinya yang cukup terkenal, yaitu Gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Ia juga pernah mengikuti Post Doctoral Program di George Washington Uniersity pada tahun 1986 dan di UCLA pada tahun 1988.
Tugas-tugas intelektualisme pun ia lakukan, baik transformasi keilmuan (mengajar di berbagai universitas) dan juga melakukan kritik atas fenomena sosial yang sedang berlangsung. Kritiknya yang sangat vokal sangat mewarnai opini publik di Indonesia. Sepulangnya dari pendidikan di Amerika, ia terkenal sebagai pakar politik Timur Tengah dan melontarkan Isu Suksesi Keprisidenan, sebuah isu yang janggal pada saat itu karena kepemimpinan orde baru yang sangat kuat. Bahkan Amien Rais yang menggulirkan gagasan tentang Reformasi Politik yang selanjutnya sejarah mencatat bahwa Amien Rais adalah orang terdepan dalam meruntuhkan kebobrokan politik Orde Baru. Setelah tumbangnya Rezim Orde Baru Amien Rais meletakkan jabatan Ketua PP. Muhammadiyah dan mendirikan Partai Amanat Nasional (PAN) yang pada pemilu 1999 menduduki peringkat ke 5 dalam perolehan suara yang dapat menghantarkannya menjadi ketua MPR. Lagi-lagi Amien Rais menggulirkan gagasan Poros Tengah yang mencoba membangun jalan tengah dari dua titik ekstrim dalam kubu politik di Indonesia pasca Pemilu 1999 yang ternyata cukup efektif dalam upaya merajut kembali hubungan Muhammadiyah-NU dengan mencalonkan KH Abdurrohman Wahid sebagai Presiden RI ke 4 dan ternyata berhasil.
Hanya saja sayang KH. Abdurrohman Wahid tidak sampai satu periode telah dilengserkan oleh MPR, dimana Amien Rais sebagai ketua MPR nya.
13. PROF. DR. H.A. SYAFI’I MA’ARIF
PERIODE : 2000 – 2005
Ahmad Syafi’i Ma’arif dilahirkan di Sumpurkudus Sumatera Barat, 31 Mei 1935. Pendidkan formalnya SR Ibtidaiyah tahun 1947, Madrasah Muallimin Lintau Sumatera Barat dan dilanjutkan ke Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta tamat tahun 1956. Satu tahun di Fakultas Hukum berhenti karena tidak ada biaya. Ia melanjutkan kuliah setelah ia mendapat pekerjaan. Gelar Sarjana Muda Jurusan Sejarah diperolehnya di Universitas Cokroaminoto tahun 1964 dan gelar sarjananya di perolehnya di IKIP Yogyakarta tahun 1968.
Gelar Master diperoleh dari Departemen Sejarah Ohio State University, Amerika Serikat dan tahun 1993 gelar Doktor diperoleh dari Universitas Chicago AS. Disamping kesibukannya sebagai anggota DPA dan staf pengajar di IKIP Yogyakarta, keterlibatannya sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah merupakan sebuah keharusan sejarah. Ketika reformasi di Indonesia sedang bergulir, Amien Rais yang saat itu menjabat sebagai ketua PP Muhammadiyah harus banyak melibatkan diri dalam aktivitas politik di negeri ini untuk menjadi salah satu lokomotif pergerakan dalam menarik gerbong reformasi di Indonesia. Muhammadiyah harus diselamatkan agar tidak terbawa oleh kepentingan-kepentingan jangka pendek. Pada saat itulah ketika Muhammadiyah harus merelakan Amien Rais untuk menjadi pemimpin bangsa, maka Syafi’i Ma’arif menggantikannya sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, setelah ia terpilih dan dikukuhkan sebagai Ketua PP Muhammadiyah melalui sidang Pleno diperluas Muhammadiyah. Ia harus melanjutkan tongkat kepemimpinan Muhammadiyah sampai Muktamar Muhammadiyah ke 44 tahun 2000 di Jakarta.
Dan kita ketahui bersama Muktamar ke 44 tersebut telah memilih kembali Syafi’i Ma’arif sebagai Ketua PP Muhammadiyah hingga kini. Prof. DR. KHA. Syafi’i Ma’arif adalah figur ilmuwan dan agamawan yang rendah hati, sebagaimana kalimat yang disampaikan dalam Pidato Pengukuhan Guru Besarnya di IKIP Yogyakarta.
Sudah 25 tahun terakhir, perhatian terhadap sejarah, filsafat dan agama melebihi perhatian saya terhadap cabang ilmu yang lain. Namun saya sadar sepenuhnya bahwa semakin saya memasuki ketiga wilayah itu semakin tidak ada tepinya. Tidak jarang saya merasa sebagai orang asing di kawasan itu, kawasan yang seakan-akan tanpa batas. Terasalah kekecilan diri ini berhadapan dengan luas dan dalamnya lautan jelajah yang hendak dilayari.
13. PROF DR, H. DIEN SYAMSUDIN
PERIODE 2005 – 2010
Seluruh warga Muhammadiyah seantero Nusantara telah menyelengarakan Muktamar Muhammadiyah ke 45 yang dilaksanakan di Malang Jawa Timur, bertepatan pada hari Ahad s/d Jum’at tanggal 03 s/d 08 Juli 2005. Dimana dari hasil perhelatan pemilihan pimpinan persyarikatan Muhammadiyah telah memberikan amanah kepada Prof Dr. H. Dien Syamsudin untuk menjadi Nakhoda dalam memimpin persyarikatan Muhammadiyah pada periode 2005 – 2010. Mudah-mudahan Beliau dalam kepemimpinannya dapat mengemban Amanah Warga Muhammadiyah sesuai dengan Matan Keyakinan dan Cita-Cita Muhammadiyah sehingga dapat membawa Masyarakat Utama, Adil dan Makmur yang Diridhoi oleh Allah SWT.
Amin Ya Robbul Alamin
Selamat mengemban amanah persyarikatan muhammadiyah
14. KETUA PP. MUHAMMADIYAH 2010 - 2015