Masjid Taqwa Muhammadiyah Padang Pernah Roboh tanpa Sebab, Jamaah Selamat

Padang Ekspres • Jumat, 12/08/2011 14:50 WIB • (e) • 50 klik
bersejarah: Masjid Taqwa Muhammadiyah terletak di jantung Kota Padang. Diramaika
Berdiri di pusat kota dan terletak di dekat pasar raya, membuat Masjid Taqwa selalu dibanjiri jamaah untuk melaksanakan ibadah. Ternyata masjid ini memiliki sejarah yang panjang. Bagaimana sejarah berdirinya Masjid Taqwa ini?

Masjid Taqwa yang saat ini berdiri megah di tengah ramainya pengunjung Pasar Raya Padang ini ternyata menyimpan sejarah yang panjang. Pendiri masjid ini merupakan kader-kader Muhammadiyah, sehingga sering disebut Masjid Muhammadiyah. Tapi sebenarnya, seluruh umat muslim boleh mengunakan masjid ini sebagai tempat beribadah dan lainnya.

Mantan PW Muhammadiyah Sumbar, RB Khatib Pahlawan Kayo menceritakan masjid ini memiliki nilai sejarah kuat. Awalnya pada tahun 1952, berdiri kelompok (ranting) Muhammadiyah Pasar Jawo dan sekitarnya. Pada saat itu jumlahnya sekitar 25 orang yang dipimpin oleh Hasan Herbalis.

Amal usahanya ialah megadakan pengajian dua kali seminggu di Masjid Nurul Ihsan yang dikenal dengan Masjid Kampung Jawo Dalam. Baru mengadakan pengajian selama empat tahun, tepatnya pada tahun 1956 pengajian ini ditentang sehingga ada dua paham yaitu paham tua dan muda.

Paham muda ini yaitu anggota pengajian. Mereka ditentang paham tua yang beranggotakan masyarakat sekitar, karena dinilai telah mencampuri urusan budaya dan adat istiadat mereka. Seperti paham muda tidak membenarkan acara manujuah hari dengan makan-makan di tempat orang yang meninggal, sedangkan menurut paham tua itu merupakan hal yang diperbolehkan.

Untuk tidak menimbulkan pertikaian, maka pengajian ini dialihkan ke los bada yaitu kedai milik Bilal. Saat ini los bada berada di pasar raya tepatnya belakang blok A. Pada tahun 1957 terjadi pergolakan Dewan Banteng. Saat itu banyak bangunan yang ditinggalkan pemiliknya termasuk toko di sekitar pasar.

Melihat ada satu toko yang roboh, dan tidak digunakan lagi anggota pengajian mencoba meminta izin pada pemerintah daerah untuk mendirikan mushala (surau) Muhammadiyah. Setelah mengantongi izin, didirikan surau berlantai dan berdinding papan.

Melihat ramainya jamaah yang melaksanakan ibadah di surau tersebut, maka pada tahun 1960 dibentuk panitia pembangunan masjid permanen yang saat itu diberi nama Masjid Raya Muhammadiyah. Perkembangannya membuat masjid raya ini menjadi dua tingkat. Lantai pertama pada saat itu dijadikan tempat ibadah dan lantai atas dijadikan tempat dakwah dan pendidikan.

Selain pendidikan SD dan PGA, saat itu juga ada Fakultas Adab dan berubah menjadi Fakultas Syariah yang pada akhirnya menjadi Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat (UMSB) yang saat ini telah memiliki kampus pusat di Lubukbuaya.

Peristiwa yang menggemparkan terjadi, 6 Januari 1975. Tanpa diketahui sebab yang jelas, masjid yang telah berdiri cukup megah dua lantai dan memiliki kubah yang besar, secara tiba-tiba kubah besar tersebut roboh dan menghimpit dua lantai masjid dan menimpa beberapa jamaah yang sedang berada di ruangan tepat di bawah kubah tersebut. Beruntung jamaah yang tertimpa itu tidak meninggal.

Padahal tahun itu juga diadakan muktamar Muhammadiyah se-Indonesia. Meskipun tidak bisa digunakan lagi, berkat bantuan pemerintah daerah Mukhtamar ke-39 itu tetap digelar di bangunan toko di sekitar masjid tersebut.

Hasil Mukhtamar, memutuskan pembangunan Masjid Raya Muhammadiyah ini dijadikan proyek nasional. Jamaah muhammadiyah dari daerah lain ikut berpartisipasi dalam pembangunan kembali masjid.

Di tahun 1977 panitia pembangunan melakukan pembangunan awal dan memberi nama masjd itu Masjid Taqwa. Dan pada tahun 1987, masjid ini kembali digunakan sebagai tempat ibadah dan mengembangkan ajaran agama serta pendidikan juga usaha yang bisa dilihat hingga sekarang.

Jadi prinsip pembangunan masjid ini sesuai dengan fungsi masjid di zaman nabi yaitu mulitifungsi. Masjid tidak hanya digunakan sebagai tempat ibadah, tapi digunakan untuk kepentingan lain seperti pendidikan dan perekonomian.

Tapi Khatib melihat saat ini, keagungan masjid dan penghargaan Masjid Taqwa sudah tidak terlihat lagi. Ini terbukti dengan tidak dihargainya lagi masjid oleh pengguna jalan di depan masjid ini. Sehingga ketika shalat banyak kendaraan yang menghidupkan musik dengan keras, membunyikan klakson, bahkan pekarangan masjid yang sebenarnya dijadikan tempat parkir dijadikan tempat pemberhentian travel liar.
“Semua itu telah merusak kekhususkan jamaah ketika beribadah,” ujarnya. (e)

Postingan populer dari blog ini

MASJID TAQWA MUHAMMADIYAH PERKUAT DIGITALISASI EKOSISTEM BERBASIS MASJID

Perpustakaan "Amanah"

At-Taqwa Mart